Pada saat ini, penggunaan dan pemanfaatan material berpenguat serat alam terus berkembang dan semakin diminati oleh dunia industri. Hal ini disebabkan serat alam memiliki massa jenis yang rendah, mampu terbiodegradasi, mudah didaur ulang, produksi memerlukan energi yang rendah, memiliki sifat mekanis yang baik dan dapat diperbaharui karena berasal dari alam.
Serat alam merupakan jenis serat yang memiliki kelebihan-kelebihan mulai diaplikasikan sebagai bahan campuran material. Indonesia mempunyai keaneka ragaman hayati yang luas sehingga memiliki peluang yang besar untuk mengeksplorasi pemanfaatan bahan serat alam. Karena sifat kekuatan serat alam ini bervariasi maka pemanfaatannya akan bervariasi mulai dari bahan untuk penggunaan yang ringan dan tidak terlalu memerlukan kekuatan tinggi sampai bahan untuk penggunaan yang memerlukan kekuatan dan ketangguhan tinggi.
Dalam bidang teknologi material, bahan-bahan serat alam yang digunakan sebagai bahan penguat diharapkan dapat menghasilkan bahan campuran yang ringan, kuat, ramah lingkungan serta ekonomis. Jenis-jenis serat alam seperti serat rami, serat kelapa, serat enceng gondok, serat aren mulai digunakan sebagai bahan penguat untuk material. Perkembangan ini ditopang pula oleh kondisi alam Indonesia yang kaya akan bahan-bahan serat alam, seperti kapas (cotton), kapuk goni (jute), sisal, kenaf, pisang, kelapa, sawit, rami kasar (flax), rami halus (hemp). Material komposit dengan penguatan serat alam (natural fibre) seperti bambu, sisal, hemp, dan pisang telah diaplikasikan pada dunia automotive sebagai bahan penguat panel pintu, tempat duduk belakang, dashboard, dan perangkat interior lainnya.
Serat alam telah dicoba untuk menggeser penggunaan serat sintetis, seperti E-Glass, Kevlar-49, Carbon Graphite, Silicone Carbide, Aluminium Oxide, dan Boron. Bahkan, asbes yang dulu merupakan penggunaan serat sintetis yang hanya dipakai di Indonesia bahkan dunia, sekarang sudah ditinggalkan karena memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Walaupun tak sepenuhnya menggeser, tetapi penggunaan serat alam menggantikan serat sintetis adalah sebuah langkah bijak dalam menyelamatkan kelestarian lingkungan dari limbah yang dibuat dan keterbatasan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Berbagai jenis tanaman serat tumbuh subur di Indonesia, seperti kenaf (Hibiscus canabinus), alang-alang (Imperata cylindrical), dan purun tikus (Eleocharis dulcis).
Purun tikus adalah tumbuhan liar yang menjurus sebagai gulma pada lokasi terbuka. Purun tikus juga sebagai tumbuhan air yang banyak ditemui pada tanah sulfat masam dengan tipe tanah lempung atau humus. Tumbuhan purun tikus ini dapat dikatakan bersifat spesifik lahan sulfat masam, karena sifatnya yang tahan terhadap keasaman tinggi (pH 2,5-3,5). Oleh sebab itu tumbuhan ini dapat dijadikan vegetasi indikator untuk tanah sulfat masam. Tumbuhan liar rawa purun tikus (Eleocharis dulcis), termasuk ordo Cyperales dan family Cyperaceae merupakan satu diantara tumbuhan yang dominan dan adaptif di lahan pasang surut sulfat masam. Tumbuhan mempunyai batang lunak karena tidak berkayu, tidak bercabang dengan bentuk bulat silindris. Daun direkduksi menjadi pelepah yang berbentuk buluh, menyelubungi pangkal batang berwarna coklat kemerahan sampai lembayung.
Ketersediaan bahan baku serat alam, di provinsi Kalimantan Selatan memiliki bahan baku tumbuhan purun tikus yang cukup melimpah. Data Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal (Disperindag dan PM) Barito Kuala pada tahun 2006 penyebaran jenis tumbuhan purun mencpai + 713 Ha, meliputi purun danau + 641 Ha dan purun tikus + 73 Ha. Keberadaan purun tikus ini masih belum dimanfaatkan secara optimal. Sifat ringan purun tikus ini selaras dengan filosofi rekayasa material komposit, yaitu menghasilkan disain ringan. Pemanfaatan purun tikus sebagai bahan penguat (serat) pada material diharapkan dapat menggantikan penggunaan bahan penguat sintetis impor luar negeri. Purun tikus diyakini sebagai satu diantara tumbuhan yang memiliki kandungan serat cukup tinggi, diharapkan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan material komposit.
Material komposit dikembangkan dengan menggabungkan beberapa jenis material berbeda untuk mendapatkan sifat material yang lebih baik yang berasal dari perpaduan masing-masing material penyusun komposit tersebut. Kemajuan kini telah mendorong peningkatan dalam permintaan terhadap material komposit. Syarat terbentuknya komposit adalah adanya ikatan permukaan antara matriks dan penguat. Bagian utama dari komposit adalah reinforcement (penguat) yang berfungsi sebagai penanggung beban utama pada komposit. Bahan-bahan serat alam, seperti serat purun tikus dapat digunakan sebagai bahan penguat komposit. Pemanfaatan serat purun tikus sebagai bahan penguat pada material komposit diharapkan dapat menggantikan penggunaan bahan penguat sintetis.
Buku microfiber purun tikus sebagai penguat komposit ini berisi informasi untuk memanfaatkan tumbuhan purun tikus (Eleocharis dulcis) yang merupakan gulma yang tumbuh di lahan rawa pasang surut sebagai material komposit. Nilai ekonomis dari bahan serat alam ini lebih banyak terletak pada faktor pengurangan biaya. Beberapa hal yang menguntungkan dari penggunaan bahan serat alam yaitu besarnya potensi biomassa di Indonesia yang merupakan sumber bahan baku, untuk memproduksinya tidak membutuhkan investasi dan teknologi yang tinggi.
Buku microfiber purun tikus sebagai penguat komposit ini diharapkan akan memperkaya pengetahuan mahasiswa dalam bidang material komposit serta menjadi bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya dalam rangka pemanfaatan tumbuhan purun tikus di Kalimantan Selatan.