Setelah membaca naskah buku yang ditulis oleh Ridwan, yang acap disebut Ridwan al-Makassary, berjudul “Papua: Kekerasan, Keadilan dan Dialog”, muncul kesan bahwa ternyata masih banyak orang yang belum paham sejarah Papua. Dengan pemahaman yang terbatas, maka tampak tidak terlalu mudah mewujudkan pembangunan nasional di Tanah Papua yang selama ini cenderung dibangun dalam “narasi satu arah dari Pusat ke Daerah” atau top-down. Selain juga, pendekatan dialog belum menarik perhatian para pihak yang berkonflik untuk mau duduk bersama merancang masa depan Papua yang damai, stabil dan sejahtera.
Buku ini merupakan referensi terkini yang dapat melengkapi studi perdamaian dan pembangunan daerah Papua berdasarkan pemahaman sejarah masuknya Islam di Tanah Papua, dimana nilai-nilai Islam turut mewarnai identitas lokal Papua. Dengan kata lain, Papua sudah lama mengajarkan hidup harmonis di tengah keberagaman ras, suku, etnis, dan agama. Namun sayangnya, Papua cenderung hanya dikenal karena stigmatisasi yang buruk, seolah-olah “lahir sebagai Papua adalah sebuah kesalahan” (ungkapan senada pernah diucapkan oleh (alm.) Dr. Muridan S. Widjojo). Stigma ini terus dilekatkan pada orang asli Papua mulai dari stereotyping sampai label separatis pada kebanyakan orang Papua yang berpikir kritis, berbeda pendapat dan ekspresi politik.