Islam adalah agama yang mencakup dimensi duniawi dan ukhrawi sekaligus. Dua-duanya mendapat perhatian sama besarnya. Dan dunia adalah kesempatan emas yang tidak mungkin terulang bagi pemeluk agama Islam untuk menaburkan karya menggapai cakrawala. Dunia menyediakan ruang terbuka dan bebas bagi setiap insan untuk mengekspresikan diri dan beraktualisasi untuk menemukan identitas dan jati diri ditengah pusaran dunia yang berjalan dengan cepat dan menantang.
Sebagai umat Islam, kedalaman spiritual dan kepedulian sosial adalah dua unsur utama dalam kehidupan ini. Sebagai abdullah, hamba Allah, umat Islam mempunyai tugas mendekatkan diri kepada Sang Kholiq dengan amaliah yang sudah ditentukan secara normative oleh agama, semisal sholat, puasa, membaca al-Qur’an, dzikir Allah, membaca tasbih, sholawat, tahmid, istighfar, dan lain-lain. Sebagai kholifatullah, mandataris Allah, manusia mempunyai tugas berat mengemban tanggung jawab peradaban yang berpotensi menimbulkan malapetaka, kehancuran, dan kebinasaan. Menjadi kholifatullah berarti mengendalikan manusia dan membingnya dengan nilai-nilai ketuhanan, kearifan, kebijaksanaan, kedewasaan, kebersamaan dan kesetiakawanan. Manusia sebagai makhluk terbaik yang menyimpan energi positif dan negatif adalah makhluk yang sulit dikendalikan, diatur, dibimbing, dan dikontrol. Manusia ingin bebas sesuai dengan kehendak dan aspirasinya. Pengekangan dan pembatasan membuatnya semakin kreatif untuk melepaskan diri. Oleh karena itu, menjadi kholifatullah, manusia harus mempunyai bekal yang matang dan bijaksana dalam menghadapi pluralitas dan heterogenitas karakter, mentalitas dan moralitas manusia dari satu masa ke masa yang lain yang terus berubah dan berkembang tanpa henti. Secara sederhana, kesalehan ritual seseorang harus seimbang dengan kesalehan sosialnya.